Sumur Tua

CERPEN MUHAMMAD THOBRONI

Mbah Man Lelaki memandang tajam ke arah pamong. Terutama Urip keponakannya.

“Kalian para muda, orang muda, anak muda, generasi muda, kaum muda, tahukah kalian apa itu masa lalu? Paham? Sumur tua ini jangan hanya dilihat sebagai tumpukan bata kuno berbentuk melingkar. Jangan!! Jangan pula hanya dipandang sebagai sumber air yang kalian butuhkan.

Jangan! Jangan menilai baik buruk hanya atas dasar kebutuhan kalian sendiri. Hanya sebab kalian butuh lantas disebut baik!! Jangan hanya memandang segala sesuatu benar atas dasar kepentingan kalian sendiri. Sesuatu kalian anggap benar sebab kalian merasa penting atasnya. Jangan!”

Mbah Man Lelaki berhenti. Tanpa ambil nafas. Hanya menghentikan artikulasi suaranya.

“Masa lalu memang telah lewat.Tapi ia menjadi pengalaman. Memberi pelajaran berharga. Kalian dapat menjadikannya sebagai pedoman dan pegangan. Kalian paham itu pedoman? Kalian ngerti apa itu pegangan? Kalian pasti bakal butuh mengambil keputusan. Keputusan apa saja. Terkait urusan apa saja. Hari ini. Atau esok hari. Atau lusa. Atau tahun depan. Atau abad-abad mendatang!”

Tanpa menghela nafas. Tapi suara Mbah Man tambah keras. Kian lantang. Memang luar biasa.

“Dan kau, istriku, kekasihku, cintaku, sayangku, pujaan hatiku!! Mereka adalah hari ini kita. Khususnya Urip ini ialah wajah kita hari ini. Kau pasti ngerti apa makna hari ini? Urip bukan semata keponakan. Atau sosok yang sudah kita anggap sendiri sebab kita tak punya anak.

Dia adalah anak zamannya. Kita hanyalah masa lalu bagi zaman ini. Biarkan mereka yang memberi warna hari ini. Mereka berhak memilikinya. Kita harus percaya Urip dan krocokroconya ini!! Meski kita tak puas. Meski kita sering agak kecewa dengan kegoblokan mereka! “

Lihat juga...