Sumur Tua
CERPEN MUHAMMAD THOBRONI
Mbah Man Lelaki segera saja mengangkat tubuh istrinya. Membopong dengan kedua tangannya. Dan membawanya terbang. Melompati ringan dari atap ke atap. Terus melakukan. Hingga tak tampak kedua tubuh mereka dari pandangan mata Urip dan para pamong praja.
Mereka saling pandang. Tak ada suara. Ada pendapat. Hingga Urip bertanya.
“Bagaimana sekarang? Apa yang harus kita lakukan? Mereka telah pergi. Dan meninggalkan rumah ini. Meninggalkan sumur tua ini. Meninggalkan kita semua. Entah pergi ke mana!! ”
“Sebaiknya kita kembali ke kantor. Dan membuat laporan. Kalau perlu kita rekayasa. Yang penting atasan senang. Apa yang terjadi hari ini, saat ini, sungguh tak enak. Menampar wajah kita. Mempermalukan kita. Apa kata pimpinan kalau mendengar kisah konyol kita saat ini?” ujar seorang pamong.
Seorang dari mereka menimpali.
“Aku ngeri sendiri dengan peristiwa hari ini. Bulu kudukku serasa merinding. Tubuhku dingin semua. Sumur itu terlihat lebih angker dari kemarin. Sebaiknya kita kembali ke kantor. Lapor. Dan rapat ulang semua rencana ini,” ujar seorang lagi.
Usulan tersebut tampaknya disetujui. Sebab mereka satu demi satu melangkah keluar dari halaman sumur tua.
Beberapa daun tua luruh dari ranting pohon nangka. Warnanya sudah kuning kusam. Sebagian sudah kering dihantam terik matahari awal kemarau panjang.
Sebuah pelepah pisang ambruk. Tapi tetap lekat dengan batang. Daunnya sangkut pada beberapa silangan cabang dan ranting nangka. Angin tipis berhembus. Udara kering bercampur debu terasa hingga ujung hidung. ***
Kendal, 2023
Muhammad Thobroni merupakan seorang penulis masyhur di Indonesia. Lahir di Jombang 25 Agustus 1978. Menghabiskan masa kecil dan remajanya di Surabaya dan Yogyakarta.