SOEKARNOISME DAN SOEHARTOISME

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

Kitaa sering mendengar istilah “Soekarnoisme”, atau “ajaran Bung Karno”. Sayup-sayup di tengah hujatan kepada Presiden Soeharto juga muncul istilah “Soehartoisme”.

Soekarnoisme nyaring diarusutamakan ke publik oleh putra-putri Presiden Soekarno. Juga oleh PDI Perjuangan. Partai yang sejauh era reformasi berjalan, diketuai Megawati Soekarnoputri. Putri Bung Karno.

Gerakan politik PDIP dan putra-putri Bung Karno mengusung idiologi Soekarnoisme itu. Muncul pula para pendukung setianya yang kemudian populer disebut dengan istilah “Soekarnois”.

Sementara itu istilah Soehartoisme kurang gencar diarusutamakan. ABRI sebagai salah satu penyangga politik Presiden Soeharto melalui dwi fungsi-nya dipaksa kembali ke barak oleh UU.

Partai Golkar yang sepanjang Orde Baru menjadi penyangga politik Presiden Soeharto juga tidak tampak antusias mengusung ajaran-ajaran Persiden Soeharto. Partai Golkar lebih menekankan pragmatisme kerja-kerja politis dibanding mengarusutamakan idiologi gerakan.

Berbeda dengan putra putri Bung karno. Putra-putri Presiden Soeharto juga tidak tampak melakukan pengarusutamaan Soehartoisme. Maka pada era reformasi, jargon-jargon Soekarnoisme lebih hingar bingar menyeruak dalam diskursus publik.

Apa sebenarnya Soekarnoisme dan Soehartoisme itu?.

Soekarnoisme atau ajaran Bung Karno menekankan pada idiologi gerakan kepedulian kepada wong cilik (orang kecil). Bung Karno menyebutnya dengan istilah Marhein. Ajarannya kemudian disebut Marhaenisme.

Presiden Soekarno menekankan perbedaan antara revolusi sosial ala komunis dengan Marhenisme. Komunisme menekankan perlawanan kaum buruh/pekerja melawan penguasa alat-alat produksi.

Lihat juga...