Titiek Soeharto, Mafia Pangan dan Cundrik Mataram
Oleh: Abdul Rohman Sukardi
“Cundrik Mataram”. Profil itu terbersit ketika ngobrol santai dengan Mbak Titiek Soeharto. Putri Presiden Soeharto. Waktu itu tengah malam. Ketika ziarah ke Astana Giri Bangun dan Giri Layu Karanganyar.
Astana Giri Bangun (AGB) adalah kompleks makam Persiden Soeharto dan Ibu Tien bersama keluarga. Astana Giri Layu (AGL) merupakan kompleks makam Raja-Raja Mangkunegaran. Terletak kurang lebih satu kilometer ke arah atas dari Astana Giri Bangun.
Ada keterkaitan apa antara Mbak Titiek dengan Cundrik Mataram?. Ceritanya panjang.
Inilah kisah itu.
Mbak Titiek waktu itu sudah menjadi anggota legislatif dari Partai Golkar dapil Yogya. Ia konsen isu-isu pertanian. Berada di Komisi IV DPR pula.
Setiap bulan setidaknya sekali ke Yogya. Mengunjungi petani, pedagang kecil dan perajin. Ia turun tidak menunggu waktu reses. Ia kelilingi dapilnya.
Ia temui kelompok-kelompok tani (Poktan). Kelompok Wanita Tani (KWT). Pokdakan (kelompok-kelompok budidaya ikan). Pegiat-pegiat desa wisata. Bakul-bakul gendong. Elemen-elemen masyarakat bawah lainnya.
Waktu itu isu problem usaha pertanian sedang marak. Tekanan banjir komoditas impor sedang merebak. Pacul impor. Beras Impor. Pupuk langka dan mahal. Biaya Saprotan (sarana produksi pertanian) mahal. Usaha tani diambang rugi. Ia dengar keluh kesah masyarakat itu satu persatu.
Suatu ketika saya komunikasi dengan staf-staf yang berada di keliling Mbak Titiek. Selain staf lokal Yogya, yang saya ketahui ada dua staf laki-laki dan satu perempuan. Staf perempuan ini melekat ke mana Mbak Titiek kunjungan.
Saya bertanya kepada mereka, “boleh tidak saya ikut Ibu Titiek ziarah ke Astana Giri Bangun?”. Singkat cerita saya diijinkan