Titiek Soeharto, Mafia Pangan dan Cundrik Mataram
Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Belakangan saya juga mendengar cerita, Mbak Titiek termasuk putri Presiden Soeharto yang sering tirakat. Masih aktif puasa weton (hari kelahiran dalam kalender Jawa). Sebagaimana Ibu Tien melakukan.
Obrolan berlanjut. Saya teringat wawancara dengan wartawan tadi. Saya curi-curi dengar dari tempat yang agak berjarak. Saya jadikan bahan bertanya ke Mbak Titiek.
“Ibu.. kalau ada kesempatan, bagaimana cara ibu mengatasi masalah kedaulatan pangan ini”, tanya saya. Jawabannya mengagetkan saya. “Mafia pangan harus diadili. Diseret ke penjara”, jawabnya tegas. Intonasinya biasa. Tanpa di buat-buat.
Saya kaget dengan jawaban itu. Setidaknya oleh beberapa hal.
Pertama, itu bukan obrolan basa-basi. Obrolan santai. Bukan candaan. Bukan setingan wawancara. Maka tampak ketulusan dari jawaban itu. Dari sudut pandang Mbak Titiek, para mafia pangan itu masalahnya.
Caranya harus diadili. Hama-hama penyebab kegagalan usaha perjuangan kedaulatan pangan harus dibersihkan. Mafia pangan harus ditertibkan. Petani harus dilindungi dari mafia pangan.
Kedua, jawaban itu antitesa dari rumors yang berkembang di luaran. “Ah.. itu mah jaring-jaring keluarga Cendana pelakunya”. Itulah kata yang sering saya dengar, jika mencuat isu mafia impor, mafia tambang, mafia pangan, dan beragam kejahatan korporasi.
Ketegasan jawaban itu membuyarkan segala rumors itu. Kesimpulan saya, tidak mungkin seberani itu solusinya jika keluarga Cendana terlibat.
Pada saat obrolan itulah terbersit “Cundrik Mataram” itu pada sosok Mbak Titiek. Cundrik adalah senjata rahasia. Bentuknya kecil. Akan tetapi mematikan jika berada di tangan yang tepat.