ICOSOP: Tiga Pakar Hukum Usulkan Pentingnya Penetapan Batasan Penggugat dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Lingkungan Hidup di Indonesia
Kedua dalam pokok perkara mewajibkan Tergugat I dan Tergugat II untuk mencabut Surat Keputusan Nomor: 503/BP2MPD-IL/IX/2014/4, tanggal 24 September 2014 dan Tergugat II Surat Keputusan Nomor: Kpts. 21/ BLH-UPL/VI/2015.
Tergugat II Intervensi pun sempat menyanggah. Ada rentang waktu yang lama antara munculnya obyek sengketa dengan dilakukan gugatan.
Penggugat tetap bersikukuh berdasar hasil laporan masyarakat dan serta hasil pemeriksaan yang dilakukan Penggugat dengan menggunakan metode pendekatan Total Economic Valution maka nilai ekonomi yang bisa diperhitungkan dari pencemaran lingkungan diwilayah Enam Desa tersebut adalah sebesar Rp. 1.534.000.000.00,- (satu miliar lima ratus tiga puluh empat juta rupiah).
Permasalahan menjadi menarik ketika Tergugat II Intervensi mengatakan bahwa Penggugat dalam hal ini tidak mempunyai kepentingan.
Hal ini dikarenakan kepentingan yang digambarkan oleh Penggugat adalah kepentingan secara umum dan bukan kepentingan sebagaimana yang diharuskan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu kepentingan Penggugat dirugikan, karena pada aturan organisasinya menyebutkan tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
Bukankah ini begitu luas ruang lingkupnya. Tidak ada Batasan kewilayahan dimana Lembaga tersebut berada, bahkan tidak ada aturan yang bisa terlihat dengan jelas kerugiaan yang dideritanya secara langsung.
Jika pengelolaan lingkungan adalah hak segala warga negara, bukankah akan lebih berdaya guna jiwa Lembaga sejenis setempat yang harusnya melakukan gugatan? Setidaknya memang tahu perkembangan dan mengamati perkembangan kewilayahan setempat dalam mengelola lingkungan hidup.