Melawan Penjajahan Narasi
Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Teknologi informasi bukan saja menyajikan etalasi narasi yang memuat beragam nilai. Mudah diakses siapapun dan kapanpun. Lebih dari itu, teknologi informasi dengan beragam flatform pendukungnya melakukan penetrasi secara gencar kepada setiap individu. Kapanpun dan dimanapun berada. Hingga kamar-kamar tidur setiap orang.
Ketika membuka HP, kita akan tersodori beragam flatform media sosial. Smartphone telah mendeteksi minat setiap penggunanya. Maka ia akan terkirimi secara gencar beragam content sesuai minatnya.
Pengguna HP akan disuapi beragam narasi dan nilai-nilai. Tanpa memandang kualitas narasi dan standar dari nilai-nilai itu. Seberapa kompeten pembuatnya. Seberapa baik etikad dan motif contentcreator-nya. Semua menyerbu pengguna smartphone dan media sosial.
Pada saat itulah terjadi penjajahan narasi. Setiap individu akan dibombardir narasi-narasi beserta nilai-nilai yang dikandungnya. Tanpa kesiapan verifikasi maupun proteksi.
Nilai-nilai baik dan buruk datang bersamaan. Menyebar secara agresif layaknya virus sebuah pandemi.
Tanpa ketahanan intelektual dan spiritual, pengguna teknologi informasi ibarat kerbau dicocok hidung. Dikendalikan narasi-narasi dengan value atau nilai tanpa standar. Terpenjara oleh nilai-nilai buruk yang di delivery media sosial. Para pengguna teknologi informasi dapat tercerahkan. Sekaligus terbodohkan dan tersesatkan tanpa disadari.
Lantas bagaimana cara kita menghadapi penjajahan narasi itu?
Pertama, kita harus memiliki standar nilai. Sebagai instrumen filterisasi atas gempuran narasi beserta nilai-nilai yang dikandungnya. Dunia sendiri merupakan ajang kontestasi nilai-nilai.