Prestasi Prabowo (?)

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

Keluar dari jebakan adidaya geopolitik itu memerlukan ketrampilan tersendiri. Bukan perkara mudah. Juga perlu waktu.

Ketiga, menjaga tradisi kenegarawanan. Prabowo tidak terjebak oleh ambisi politik secara membabi buta. Ia rela menanggalkan harga diri politik ketika bangsanya diujung perpecahan.

Ia legowo menerima pinangan menjadi menteri dari yang mengalahkannya dalam pilpres. Agar perpecahan politik bisa dilerai. Risikonya dimusui sejumlah pendukungnya.

Ketiganya itu di luar prestasi teknis. Seperti beragam kegiatan pemberdayaan, capaian program 5 tahun di kemenhan (selain alutsista), terobosan-terobosan kemajuan seperti mendirikan akademi sepak bola, kegiatan filantrofi. Tidak dihitung di sini.

Berbeda dengan dua calon lain lebih bertipikal sebagai manajer. Maka deretan pelaksaanaan program teknis merupakan prestasinya. Seperti membangun stadion, mempercantik tata kota, mengatasi kemacetan, mengatasi banjir, pelaksanaan program pemberantasan kemiskinan, tenaga kerja, dan lain-lainnya.

Tapi keduanya juga belum menorehkan capaian revolusiner. Jakarta terupgrade dalam beberapa sisi. Tapi juga tidak bisa dikatakan telah terevolusi secara radikal. Begitu pula dengan prestasi provinsi Jawa Tengah.

Jakarta dan Jawa Tengah belum menjadi provinsi yang sama sekali berbeda dengan lompatan kemajuan. Prestasinya masih rata-rata air.

Kemacetan masih ada, luapan banjir masih terjadi, kemiskinan juga masih berserak. Belum berubah secara radikal. Jakarta dan Jawa Tengah masih menyisakan problem-problem tradisionalnya.

Tapi jika ditanyakan apa perstasi kebangsaan Prabowo? . Setidaknya jawabannya ada tiga itu. Merawat ingatan rakyat Indonesia akan talentanya sebagai bangsa besar (macan Asia), melepaskan Indonesia dari ketergantungan alutsista pada satu blok adidaya geopolitik, melestarikan tradisi kenegarawanan.

Lihat juga...