Kala itu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) menjadi korban. Kepengurusannya dibekukan. Sekjen PB HMI kala itu, kelak menjadi Menkeu. Maríe Muhammad.
Apa hubungan gymnastic revolution itu dengan pemilu?. Secara langsung tentu tidak ada. Kecuali pelajaran tentang pola-pola gerakan massa. Bisa jadi berulang.
Pemilu sejak awal distrukturkan melalui sebuah “aksioma”. “Hanya kecurangan yang bisa mengalahkan calon tertentu”. Maka ketika kekalahan itu benar-benar terjadi, terdapat alasan kuat untuk melawan kecurangan. Menggerakkan massa melawan kecurangan.
Sengketa pemilu telah memiliki jalan keluarnya. Melalui proses pembuktian hukum. Kecurangan harus memiliki bukti-bukti material yang bisa diverifikasi berdasarkan aturan yang berlaku.
Cara itu sepertinya kurang menarik untuk sejumlah pihak. Provokasi media sosial dilakukan dengan menggelar fakta-fakta unverified. Untuk membakar massa pihak-pihak yang dicurangi.
Jika massa-massa kecil yang marah ini terkonsolidasi sebagai massa besar, perlawanan akan mudah dilakukan. Untuk menjustifikasi aksioma itu. Bahwa benar memang terjadi kecurangan. Skala terstruktur, sistematis dan massif. TSM.
Itulah contoh senam revolusi itu. Penggalangan perlawanan-perlawanan kecil. Menuju perlawanan besar.
Apakah pemilu 2024 ini bisa mengonsolidasi perlawanan besar. Setidaknya sama dengan 2014 atau 2019 yang lalu. Kita belum bisa memprediksinya.
Sejauh ini “senam revolusi”-nya masih sekala kecil.
Pada tahun 2014 dan 2019 itu, Jakarta sempat membara. Sengatan bau ban-ban bekas yang dibakar demonstran menyeruak ke banyak sudut. Gerakan massa melawan aparat menjelang penetapan bertahan beberapa hari. Banyak yang pingsan.