Ancam Kedaulatan Rakyat Indonesia, Waspadai Modus Operandi Kejahatan Mafia Tanah, Mafia Bisnis, dan Mafia Peradilan

OLEH AHMAD KHOZINUDIN, S.H.

Dalam kasus PT Inet Global Indo (Inet), korporasi ini diduga sengaja mendirikan perusahaan dengan menjadikan seorang resepsionis di salah satu tempat usaha milik istri Sukoco dijadikan komisaris.

Peran keduanya dapat ditelusuri pada pendirian PT Global Data Lintas Asia (GDLA) yang diskenariokan menjadi kreditur Inet. GDLA lantas mengajukan PKPU terhadap Inet sebagai debitur ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Kreditur lain Inet mencium praktik kecurangan ini.

Untuk menghindari kewajiban, sekaligus melarikan harta hasil penipuan berkedok bisnis/investasi, biasanya perusahan yang dijadikan sarana untuk menipu itu dipailitkan. Dengan status pailit, maka tidak ada kewajiban membayar utang, harta pailit dibagi kepada kreditur secara proporsional.

Lalu, dibentuk atau dicarikan perusahan lain yang fiktif, yang nantinya akan dijadikan perusahan penampung harta pailit.

Melalui mekanisme inilah, harta hasil penipuan dialihkan melalui proses pailit, lalu dicuci dengan modus harta pailit kepada perusahan terafiliasi yang sebenarnya hanya memindahkan uang dari kantong kanan ke kantong kiri.

Namun, modus pailit ini kasar dan mudah terendus motifnya. Karena itu, cara kedua untuk menghindari kewajiban, sekaligus melarikan harta hasil penipuan berkedok bisnis/investasi, adalah dengan mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Atas Pembayaran Utang).

Dalam modus kedua ini lebih halus. Debitur seolah-olah tidak lari, tetap bertanggung jawab, hanya ingin melakukan penjadwalan ulang atas utang yang jatuh tempo.

Padahal, ini hanya buying the time, sambil menunggu proses pengalihan harta selesai sehingga proses penipuan sempurna dikerjakan. Kreditur biasanya hanya di PHP.