Kedua, bersifat parsial. Menyasar segmen-segmen tertentu yang dianggap tidak mampu. Sementara kemampuan masyarakat yang dianggap mampu, pada kasus penderita penyakit tertentu kemampuanya berubah drastis. Menjadi terberatkan oleh melonjaknya biaya-biaya.
Rakyat belum terbebaskan dari rasa khawatir akan tersedianya akses pelayanan kesehatan terjangkau pada setiap situasi. Masyarakat masih dirundung kekawatiran atas kemungkinan ketidakmampuan membiayai perawatan kesehatannya.
Bangsa ini perlu layanan kesehatan gratis pada fasilitas kesehatan negara di semua jenjang. Mulai dari Puskesmas, RSUD, maupun RSUP. Tentu saja dengan kualitas pelayanan maksimal dan didukung dengan peralatan dan SDM yang baik. Agar masyarakat tidak takut setiap saat untuk melakukan pengobatan atas gejala sakitnya akibat kekawatiran tidak terjangkaunya pembiayaan.
Kualitas kesehatan akan berdampak pada eksistensi sebuah bangsa setidaknya pada lima hal. Pertama, peningkatan angkatan kerja yang sehat dan produktif. Kedua, Peningkatan kualitas SDM bangsa. Ketiga, berkurangnya beban ekonomi akibat penyakit. Keempat, meningkatnya daya saing global. Kelima, peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan.
Begitu pula dengan pendidikan. Kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keterjangkauan biaya pendidikan masih bersifat parsial. Biaya masih menjadi hantu untuk bisa mengakses pendidikan tanpa rasa khawatir.
Kebijakan pendidikan dasar (SD s.d SMA) tanpa biaya. Salah satunya melalui program BOS (Biaya Operasional Sekolah). Akan tetapi prakteknya terdapat biaya-biaya tambahan (seragam, buku, dll) yang tidak bisa dijangkau semua siswa. Terdapat pula Kartu Indonesia Pintar (KIP), Bidikmisi, maupun Program Indonesia Pintar (PIP). Sementara biaya kuliah pada perguruan tinggi sudah sangat melambung. Bahkan isu kenaikan UKT sempat meresahkan masayarakat.