Mei 1998, Benturan Lima Kekuatan

Gerakan reformasi 1998 merupakan benturan lima kekuatan itu. Tidak murni mengusung agenda reformasi. Akan tetapi, semuanya (keempat kekuatan pertama), menjadikan “reformasi” sebagai slogan. Untuk dianggap sebagai reformis oleh segenap masyarakat.

Maka tidak mengherankan jika pasca 1998, Indonesia dikendalikan oleh dua kekuatan pertama. Kepentingan globalis (melalui peraturan) dan pengusaha-politisi pragmatis. Direcoki pula oleh kegenitan-kegenitan idiologis kekuatan ketiga. Misinya rehabilitasi nama baik kaum komunis. Ditambah masuknya ide-ide khilafah-salafi-wahabi sebagai sumber ketengangan idiologis yang baru pasca reformasi. Berlindung dibalik jargon demokrasi.

Kaum reformis minor sejak awal. Hanya kekuatan ide. Perlawanan jalanan. Pasca reformasi justru diminorkan peranannya. Agenda tinggal landasnya Presiden Soeharto terbengkalai. Agenda reformasi diserobot oleh penumpang-penumpang gelap.

Mencermati konfigurasi politik peristiwa 1998 akan menjadikan kita mudah melakukan diagnosa kebangsaan. Berada pada titik mana bangsa kita saat ini. Bagaimana kita seharusnya merehabilitasinya kembali.

Peristiwa 26 tahun lalu itu (21 Mei 1998), harus punya makna. Dalam sejarah kemajuan Indonesia. Bukan justru pintu kemunduran. Bukankah Presiden Soeharto menyatakan berhenti untuk memberikanjalan kemajuan?. Bukan untuk berjalan mundur?.

 

ARS (rohmanfth@gmail.com), 21-05-2024

Lihat juga...