Pengacara Arlon Sitinjak Minta Kajati DKI Segera Menahan Tersangka Santoso Halim dan Komplotannya sebagai Mafia Tanah
Kasus ini sendiri bermula saat rumah tersebut dikontrakkan kepada Husin Ali Muhammad (59) pada 2016 seharga Rp 45 juta per bulan. Husin disebutkan sering mengadakan pengajian di rumah itu dan ikut mengundang korban.
Selang beberapa waktu, pelaku meminjam dua sertifikat (SHM) korban dengan dalih ingin menurunkan daya listrik.
Awalnya Djohan hanya memberikan berupa fotocopy-an saja, namun Husin kembali berdalih jika PLN meminta menunjukkan SHM asli.
Untuk meyakinkan korban, pada 12 Juli 2016, pelaku membawa serta petugas PLN abal-abal yang dilakoni oleh Fauzi. Alhasil korban pun meminjamkan kedua sertifikat asli, yang kemudian dipalsukan oleh pelaku.
“Begitu diserahkan, hanya beberapa menit dikembalikanlah sertifikat yang sudah dipalsukan sebelumnya oleh pelaku dan aslinya sudah mereka kuasai,” ujar Arlon.
Mantan Kasat Narkoba Polres Metro Bekasi itu melanjutkan, pelaku yang memegang sertifikat asli, bersama dengan sosok Djohan Effendi abal-abal yang diperankan Halim (DPO), menjual rumah korban kepada Santoso Halim seharga Rp 15 miliar.
Lalu tanggal 12 Agustus 2016 dibuatlah akta jual beli bodong itu seakan-akan terjadi transaksi yang sah di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani.
Dalam transaksi tersebut, Santoso mentransfer sebesar Rp8 miliar. “Yang membuat sangat janggal, uang pembelian bukan diserahkan kepada si penjual, yaitu Halim DPO atau Djohan Effendi figur, tetapi diserahkan kepada Husin,” ungkap Arlon.
Djohan yang terkejut atas kejadian tersebut, lalu meminta pemblokiran SHM ke BPN. Namun BPN membuka pemblokiran tanpa mengkroscek siapa sebenarnya Djohan Effendi yang asli.
Kasus ini kemudian dilaporkan korban secara perdata dan pidana ke Polres Jakarta Selatan, pada 6 Februari 2017.