Bukit Soeharto, Cendana dan Pelestarian Lingkungan
Bukit Soeharto, Cendana dan Pelestarian Lingkungan
Oleh: Abdul Rohman Sukardi
“Pak, Saya dikabari pengelola. Ibu Titiek akan berkunjung ke Bukit Soeharto Ponorogo. Tanggal 8 Juni nanti”. Begitulah pesan whatshapp yang masuk pada tanggal 3 Juni 2024. Pukul 16.51 WIB.
Saya lihat pesan itu dikirim Ustadz Edi Sujarwo. Pembina pramuka Pondok Pesantren Putri Al Iman Ponorogo. Sekaligus pengurus Kwarcab Kabupaten Ponorogo.
Menerima pesan itu segera terbayang di benak saya, memori sekian tahun silam. Kala bertemu dan bersilaturahmi di Pondok Pesantren yang dipimpin Kyai Imam Bajuri itu. Di Babadan Ponorogo.
Pondok Al Iman Putri Babadan Ponorogo. Dipimpin Drs. KH Imam Bajuri, M. Pd. I.
Tepatnya tahun 2019. Bulan dan tanggalnya sudah tidak ingat. Saya merupakan salah satu dari anggota rombongan Mbak Tutut dan Mbak Mamiek. Keduanya putri Presiden Soeharto. Kala berziarah ke Makam Kyai Hasan Besari, Jetis Ponorogo. Pemugaran kompleks makam dan masjid Kyai Hasan Besari Ponorogo memang diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kalau tidak salah ingat, sebagaimana tercatat pada prasasti, diresmikan pada tahun 1978.
Saya menunggu di Masjid. Rombongan Mbak Tutut datang sore hari, berziarah dan sholat maghrib di masjid itu.
Malam itu, rombongan Mbak Tutut menginap di sebuah hotel di Ponorogo. Saya sendiri menginap di hotel berbeda. Hotel yang direkomendasikan teman asli Ponorogo yang baru saya kenal. “Tempat ini sering dipakai nginap pejabat dari Jakarta”, kata teman itu. Saya menuruti saja. Ternyata hotel itu tergolong melati. Tapi menyisakan memori yang tak terlupakan. Karena ada unsur mistik. Maka saya tidak sebut hotel itu.
Ceritanya ketika subuh, di luar pintu hotel ada orang lewat. Orangnya sudah tua. Menggunakan tongkatnya mengetuk-ngetuk lantai. Pakai kaos, garis-garis hitam putih kesamping. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia berjalan ke ujung bangunan. Entah kenapa saya juga tidak menyapa. Hanya melihat saja.