Bukit Soeharto, Cendana dan Pelestarian Lingkungan
Bukit Soeharto, Cendana dan Pelestarian Lingkungan
Saya ambil wudhu dan sholat subuh. Siangan sedikit, saya keliling hotel itu. Melihat-lihat. Rupanya bangunan tua. Artistik, tapi bangunan tua. Hingga saya ketemu ruangan dengan lukisan besar. Lukisan orang yang dalam bayangan saya, ketemu dan saya lihat tadi pagi berjalan di depan pintu, dengan suara ketukan tongkat. Di lukisan itu, seingat saya berbaju putih. Seperti kaum republiken ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.
“Ini foto siapa Mas”, tanya saya sapu di pagi-pagi buta itu. Ia sudah mulai kerja membersihkan lantai hotel. “Ini foto pendiri dan pemilik hotel ini. Pengusaha Batik”, kata tukang sapu itu. “Masih hidup”, tanya saya. “Sudah meninggal. Lama”, jawab tukang sapu itu. “Lhoh… jadi yang saya jumpai tadi sudah meninggal”, pikir saya.
Saya tidak banyak bicara sama tukang sapu itu. Pagi itu harus bersiap untuk ikut Rombongan Mbak Tutut silaturahmi ke Pondok Pesantren Al Iman. Saya harus stanby di Pondok itu pagi-pagi. Kisah unik penghuni hotel itu saya abaikan. Saya lupakan untuk sementara.
Selanjutnya saya mengikuti acara demi acara di Pondok itu sampai siang hari. Kontak Person Pondok itu salah satunya Ustadz Edi Sujarwo. Orang yang baru saja WA saya. Soal Mbak Titiek akan berkunjung ke Bukit Soeharto. Tanggal 8 Juni 2024.
Usai rombongan Mbak Tutut Menuju Tawang Mangu dan Solo, saya kembali ke Trenggalek. Untuk besoknya kembali ke Jakarta. Keterlibatan saya pada rombongan itu sifatnya temporer. Tidak reguler. Akan tetapi orang-orang (termasuk Ustadz Edi) mungkin saja menganggap saya bagian dari rombongan itu secara reguler.
Selang beberapa bulan, masih di tahun 2019. Ustadz Edi Sujarwo mengirimi pesan whatshap. Seputar aktivitas pemuda Karang Taruna Desa Badegan Kecamatan Badegan Ponorogo. Pemuda-pemuda itu merawat situs. Sebuah bukit yang pernah dikunjungi Presiden Soeharto. Ada prasastinya. Beraksara Jawa. Dikirimkan pula foto-foto yang masih ada gambarnya Presiden Soeharto.