Habaib, Salafi-Wahabi dan Otentifikasi Ajaran Islam

Kedua, tesis Kyai Imadudin. Menyatakan bahwa berdasarkan studi literatur kitab nasab, Bani Baalwi yang di Indonesia dikenal sebagai kaum Habaib, tidak tersambung nasab dengan Rasulullah Muhammad SAW. Ketiga, temuan DNA sejumlah Habaib tidak terkonfirmasi satu DNA dengan Rasuluulah SAW.  Keempat, sikap denial (penolakan) sejumlah Habaib. Terhadap metode ilmiah sebagai alat pembuktian ketersambungan nasab kepada Rasulullah SAW. Kelima, sejumlah oknum diduga menggunakan imajinasi kedzuriahan itu untuk eksploitasi dan subordinasi ummat. Termasuk eksploitasi material dan bahkan bahkan tindakan kriminal.

Lima hal itu jika disederhanakan bermuara pada dua masalah utama. Pertama, akurasi klaim bani Baalwi sebagai bernasab kepada Rasulullah SAW. Sejumlah pihak menganggap klaim itu sebagai kebohongan publik yang sudah berlangsung lama. Studi ilmiah mengonfirmasi klaim itu tidak bisa dibuktikan. Jika kebohongan itu dibiarkan terus menerus, sama artinya membiarkan penipuan terhadap ummat terus berlangsung tanpa koreksi. Tanpa pembuktian memadai, ummat perlu diberi informasi bahwa klaim kedzuriahan itu tidak harus dipercaya dengan serta merta.

Kedua, perilaku dan ajaran sejumlah oknum Habaib yang disinyalir tidak sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Podcast Roma Irama mengafirmasi pengalamannya lebih 50 tahun berselang. Terdapat sosok Habaib mengingatkan agar memaklumi penyimpangan-penyimpangan perilaku sejumlah Habaib demi persatuan ummat.

Memberikan permakluman atas penyimpangan perilaku tanpa tindakan korektif secara memadai, tidak dibenarkan pula dalam ajaran Islam. Perilaku dan ajaran yang bertentangan dari ajaran Rasul dari orang-orang yang mengklaim sebagai dzuriahnya, akan berarti pencemaran terhadap eksistensi Rasulullah Muhammad SAW beserta ajarannya.

Lihat juga...