Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Ini pagi pertama bulan Muharram tahun 1446 H. Pertengahan abad 15 dalam kalender Hijriah kurang beberapa tahun saja. Hampir setengah abad dari masa remaja saya. Ketika narasi “kebangkitan Ummat Islam” sering saya dengar. “Ini abad ke 14 H, abad kebangkitan Islam”. Begitulah narasi kala itu.
Sejak abad 7 Hijriah atau abad 14 dalam kalender Masehi, peradaban ummat Islam mengalami kemunduran. Invasi Mongol ke Bagdad menjadi pukulan. Sebagai pusat kekuasaan dan ilmu pengetahuan, Bagdad dibuat runtuh oleh Mongol. Abbasiyah, sebagai lokomotif pembangunan peradaban ummat, memudar pengaruhnya.
Inisator pembangunan peradaban ummat Islam diambil Turki Usmani. Berjaya abad 9-10 Hijriah. Abad 11-12 Hijriah, dinasti ini memasuki masa surut. Ummat Islam mengalami kemunduran. Politik, intelektual, budaya, ekonomi. Ummat Islam mengalami kemunduran. Seiring bangkitnya peradaban barat. Masyarakat muslim banyak terjebak dalam cengekeraman kolonialisasi negara-negara barat.
Abad 14 Hijriah (1882-1982 M) dianggap sebagai momentum kebangkitan. Ditandai banyak bermunculan gerakan pembaharuan Islam. Muhammad Abduh dan Jalaludin Al Afgani tampil menyeru kembali kepada ajaran Islam otentik. Juga reformasi berbagai bidang kehidupan ummat.
Gerakan modernis muncul di berbagai belahan dunia muslim. Dekolonisasi menjadi arus utama. Masyarakt muslim mendirikan negara-negara bangsa. Negara-negara merdeka. Pusat-pusat intelektual ditumbuhkan kembali. Gerakan partisipasi perempuan juga mengambil peran.
Bagaimana hasilnya?. Mampukan gerakan itu menemukan elan vitalnya. Membawa kembali ummat Islam ke altar kemajuan?.