Banyak negara Eropa tidak rela perubahan itu. Konvensi Wina 1942 mengikat sekutu. Sepakat mengembalikan negara jajahan ke penjajah sebelumnya. Usai mengalahkan Nazi Jerman.
Belanda berambisi tetap menguasai Indonesia. Ia membonceng sekutu. Soekarno bukan saja menghadapi Agresi Belanda (I dan II). Belanda tetap mencengkeram Papua hingga tahun 1963. Itu 18 Tahun setelah proklamasi kemerdekaan berlalu.
Soekarno melakukan megaphone diplomacy. Kampanye anti kolonalisme. Anti nekolim. Membikin jargon-jargon menegangkan hubungan antar negara. “Amerika Kita Setrika”, “Inggris kita Linggis”. Ia gandeng dan bangun solidaritas negara Asia Afrika. Juga aliansi dengan negara-negara komunis. Untuk membangkitkan perlawanan terhadap hegemoni barat.
Megaphone diplomasi itu dipenggal kudeta PKI 1965. Soekarno sebagai “aliansi sementara” —menurut istilah PKI—, itu hendak digantikan kekuasannya. Blok komunis tentu sadar, polugri Soekarno bukan untuk komunis. Melainkan untuk tepuk tangan bangsanya sendiri. Blok komunis digandeng untuk melawan barat.
Soekarno tumbang. Soeharto memenggal masuknya terlalu dalam, komunis /blok komunis ke Indonesia. PKI dibubarkan. Soeharto mengubah style Polugri. Ia memilih pendekatan ketahanan nasional. Juga diplomasi damai melalui pendekatan sistem. Melalui hubungan bilateral, forum regional maupun forum internasional.
“Politik luar negeri tanpa dukungan kekuatan dalam negeri adalah sia-sia. Politik luar negeri Indonesia harus ditopang oleh stabilitas politik dan ekonomi”. Itu jawaban Presiden Soeharto ketika ditanya wartawan sepulang dari Moskow tahun 1989.