Oleh: Abdul Rohman Sukardi
“Pesan Surya Paloh ke Anies: Ini Bukan Momentum Anda Maju Pilkada”. Begitu judul berita hari-hari ini. Minggu sebelumnya juga ramai berita senada. Terlontar dari PKS. “Anggap Anies Gagal Cari Mitra Koalisi, PKS Buka Opsi Berbalik Dukung Ridwan Kamil di Pilkada DKI”.
Ketika olah raga, saya bertemu salah satu petinggi PKS DKI. Juga sedang olah raga. “Bagaimana Pak. RK atau AB”?, tanya saya. “Ya AB lah… tapi kita tidak mau jomblo terus. Kalau tidak ada dukungan, ya cari alternatif lain”, begitu lugas jawabnya. Pragmatis.
Keengganan partai mengusung AB, membuat pendukung sayap jalanannya (pendukung non parpol) meradang. PKS yang selama ini disanjung dan didukung dijadikan sansak kemarahan. Di beragam flatform digital. Kemarahan itu tidak mencuat menjadi besar. PKS sendiri memiliki “brigade online”.
Berdasar pencermatan, sayap-sayap jalanan itu para “brigade digital” pendukung eks FPI, eks HTI. Mungkin juga Salafi-Wahabi. Sayap terakhir belum terpantau jelas reposisinya soal ini.
Ketiganya sedang membangun eksistensi. Mencari pengakuan eksistensial dalam diskursus kebangsaan. Dengan menumpang isu-isu besar politik. Sambil menitipkan idiologi dan cara pandangnya. Bahkan berusaha “mengontrol” negara melalui figur-figur yang didukung.
PKS merupakan partai dengan gairah keagamaan kuat. Sebagai partai dakwah. Ketiga kelompok ini (eks FPI, eks HTI, Salafi-Wahabi) melakukan aliansi dengan bersisiran isu agenda-agenda politik. Sulit dipisahkan antara visi keagamaan kader-kader PKS, FPI, HTI maupaun Salafi-Wahabi. Bahkan ketiga eleen itu bertemu isu dengan Muhammadiyah dan NU sekalipun. Dalam kasus-kasus tertentu.