Anies, Brigade Digital dan Rasionalitas Parpol

Ketiga kelompok ini menyelinap pada agenda politik Prabowo Subianto pada pilpres 2014 dan 2019. PKS juga merupakan pendukung Prabowo. Citra nasionalisme Prabowo digerus oleh para pendukung politik aliran ini. Ketika Prabowo Bersatu dalam kabinet Jokowi. Tiga elemen ini menemukan figur baru pada sosok Anies Baswedan.

Mereka besarkan Anis Baswedan. Hingga matang menjadi kandidat pilpres 2024. PKS juga merupakan pendukung Anis Baswedan pada momen tersebut.

Ketika ada indikasi PKS menempuh metode pragmatis, ketiga elemen ini tidak memiliki aliansi strategis lagi. Tidak bisa menumpangkan agendanya melalui momen-momen politik. Tidak memiliki figur. Juga tidak memiliki aliansi kuat.

Brigade Digital ketiga kelompok ini bahkan kesulitan menyatukan isu dari para pendukungnya. Terbuka egosentrisme dan kelompok-isme agenda-agenda masing-masing. Selama ini ditutupi oleh isu-isu besar bersama. Maka wajar kemarahan ditumpahkan kepada partai yang tidak mendukung Anies Baswedan. Kegagalan Anies masuk gelanggang pemerintahan, akan menjadi prahara bagi ketiga elemen ini.

Agenda dan kepentingan ketiga elemen ini dihadapkan pada rasionalitas politik parpol. Pilpres beriringan dengan pileg. Selain memenangkan capresnya, agenda utamanya adalah membawa sebanyak mungkin wakilnya untuk menguasai Senayan. Ketika pilpres tidak mungkin untuk dimenangkan, parpol masih bisa menuai kemenangan lain. Ialah eksistensi kadernya di parlemen.

Berbeda dengan pilkada. Pilihan rasional parpol hanyalah kemenangan kandidatnya. Untuk bisa mencengkram kebijakan daerah. Jika kemenangan calonnya itu diragukan, maka buang-buang energi dan biaya saja, memaksakan diri mendukung kontestan tertentu. Tidak menguntungkan bagi partai.

Lihat juga...