Klaim Rumah Proklamasi Sumbangan Orang Arab, Hoax

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

Klaim rumah Proklamasi sebagai hibah pengusaha arab dibantah Nuur Johan Nuh. Ia putra Muhammad Nuh. Kepala Staf Komandemen Sumatera. Memberi 6 suara untuk Soedirman terpilih sebagai panglima.

Ia menulis kronologi itu secara runut di dwipanews.com/2020/08/hilangnya-sejarah-rumah-proklamasi.

Kisahnya menjelang PD II berakhir. Tokoh-tokoh puncak pergerakan dipanggil ke Jakarta. Mengutip memoir buku Bung Hatta, Hatta dan Syahrir dipindah ke Bandaneira. Sebelumnya diasingkan di Boven Digul. Menjelang kekalahan Belanda oleh Jepang, keduanya diterbangkan menggunakan Catalina ke Sukabumi.

Jepang berkuasa. Bung Hatta dipanggil Pemerintah Militer Jepang. Diinapkan di Hotel Des Indes. Diberi surat jalan. Setelah berunding dengan Panglima Tinggi Militer Jepang, Imamura, Hatta menerima tawaran sebagai penasehat militer tentara pendudukan Jepang.

Hatta diminta memilih rumah-rumah orang Belanda yang kosong. Pemiliknya kabur ke Australia atau ditawan Jepang. Ia memilih rumah Jalan Diponegoro 57. Orange Boulevard sebutannya kala itu. Milik pekerja perminyakan Belanda. Ia kabur ke Australia sebelum Belanda masuk. Permintaan itu awalnya ditolak oleh militer Jepang. Kawasan itu merupakan kawasan pejabat elit Jepang.

Bung Karno juga dipanggil. Nuur Johan Nuh mengutip tulisan Cindy Adam. Berjudul Bung Karno – Penyambung Lidah Rakyat. Ketika itu Belanda terdesak oleh masuknya Jepang. Bung karno yang diasingkan di Bengkulu di pindah ke Padang. Bung Karno, bersama Bu Inggit dan anak angkatnya, Kartika, bergerak ke Padang menggunakan Pedati. Dikawal empat orang Opas, pribumi pembantu polisi Belanda.

Lihat juga...