Mampukah Rezim Prabowo Adu Sprint?  

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

 

Pertanyaan itu, “kemampuan adu sprint”, diajukan atas dua proposisi. Pertama, presiden terpilih Prabowo tampak memahami problem ke-Indonesiaan. Tercermin dari buku yang ia tulis. Paradoks Indonesia. Solusinya juga sudah ia identifikasi.

Kedua, masa transisi rezim Jokowi-Prabowo memiliki sejumlah keuntungan. Ia (Prabowo) memiliki cukup kesempatan membuat pijakan. Bagi jalannya pemerintahan yang hendak ia kendalikan.

Keuntungan pertama, tidak harus melalui pilpres dua putaran. Energinya tidak habis untuk proses-proses politik putaran kedua.  Terdapat jarak panjang antara selesainya pilpres dengan pelantikan presiden terpilih. Cukup waktu untuk orientasi masalah, persiapan team, dan strategi kerja rezimnya.

Keuntungan kedua, tidak memiliki konflik politik dengan presiden yang ia gantikan. Presiden Jokowi justru membantu masa transisi. Antara rezim lama dan baru tidak mengalami benturan.

Keuntungan ketiga, berada dalam pemerintahan. Jenderal Prabowo merupakan Menhankam. Membuatnya leluasa koordinasi dan mempersiapkan langkah strategis bagi pemerintahannya kelak.

Terdapat sejumlah langkah strategis dipersiapkan Prabowo dalam masa transisi.

Pertama, atas dukungan Presiden Jokowi, ia tempatkan simpul-simpul team dalam kabinet. Melalui proses reshufle. Dua diantaranya adalah Wamenkeu dan Wamentan. Menjadikan Prabowo relatif bisa melakukan sinkronisasi kebijakan. Antara rezim lama dan rezim baru yang akan ia pimpin.  Ia telah melakukan handling kabinet secara lebih dini. Bahkan sejak sebelum ia dilantik sebagai presiden.

Kedua, atas dukungan presiden Jokowi pula, gagasan strategis Prabowo memperoleh dukungan APBN. Visi kebijakannya masuk dalam visi anggaran secara lebih cepat. Begitu dilantik, ia bisa menjalankan sejumlah program utamanya.

Lihat juga...