Maulid Nabi: Transformasi Misi Kenabian

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

Bid’ah”, kata sejumlah pihak. Terutama Salafi-Wahabi. Soal peringatan Maulid Nabi. Alasannya tidak dilakukan dijaman Rosulullah Muhammad Saw.

Menurut mereka, sesuatu yang tidak dicontohkan oleh rasulullah itu bidáh. Setiap bidah sesat. Vonis itu mengesampingkan setidaknya dua hal.

Pertama, soal definisi dan kriteria bid’ah. Antara terlarang dan inovasi positif. Terdapat kaidah fiqh: “inovasi peribadatan mahdhoh selain telah ditetapkan/dianjurkan hukumnya terlarang”.

Misalnya menambahkan rekaat sholat Maghrib yang tiga rekaat menjadi empat rekaat. Itu tidak boleh. Terlarang. Sedangkan “inovasi diluar ibadah mahdhoh pada dasarnya boleh, kecuali ditetapkan larangannya”.

Kedua, peringatan maulid nabi Muhammad Saw., sebenarnya inovasi even. Kreasi aktivitas kolektif masyarakat muslim. Pada momentum kelahiran Rasulullah Saw., melalui beragam kegiatan. Bukan kreasi peribadatan Mahdoh.

Pada even maulid itu diselenggarakan: baca Al-Qurán, ceramah/tabligh, pembacaan biografi dalam satu rangkaian sholawatan. Muatan konten dalam even itu tidak ada kreasi peribadatan baru. Baca Al-Qur’an, tabligh, pembacaan sholawat. Semua diperintahkan. Merupakan kegiatan positif yang dianjurkan dalam Islam.

Maulid Nabi biasanya diselenggarakan partisipatif. Termasuk pembiayaan dan pelaksaan teknis. Makan bersama setelah acara bukan pesta. Tidak ada Maulid nabi ditujukan untuk pesta. Melainkan pemenuhan kebutuhan manusiawi lazimnya penyelenggaraan kegiatan. Ketika melewati jadwal makan. Maka dibuat acara makan bersama.

Penyelenggaraan maulid Nabi Muhammad Saw., bisa diklasifikasi ke dalam dua tujuan.

Lihat juga...