Oleh: Abdul Rohman Sukardi
“Revolusi Mental”. Digaungkan Presiden Jokowi, satu dekade lalu. Kini kita bisa saksikan hasilnya. “Slogan belaka”.
Revolusi. Artinya perubahan mendasar dan cepat. Skalanya beragam. Ada skala dekonstruktif. Perubahan sangat ekstrim. Ada perubahan drastis akan tetapi terkontrol.
Revolusi terjadi pada wilayah politik, sosial, dunia ilmiah, teknologi. Contoh revolusi politik terjadi pada revolusi Perancis-Rusia. Pada wilayah sosial kita mengenal revolusi industri. Perubahan perilaku sosial masyarakat tetang cara produksi dan kehidupan.
Dunia ilmiah mengenal revolusi covernicus: mengubah pandangan orang tentang tata surya. Pada dunia teknologi kita mengenal revolusi teknologi informasi. Kini revolusi digital.
Ada beberapa penyebab revolusi. Ketidakpuasan sosial, kegagagalan pemerintahan, kondisi ekonomi yang buruk, faktor eksternal. Seperti perang atau geopolitik.
Ada elemen-elemen pembentuk revolusi: gerakan massa, kepemimpinan yang kuat, organisasi yang solid, kekerasan, idiologi atau tujuan yang jelas.
Buruknya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) pada era reformasi rupanya menggerakkan Presiden Jokowi menggaungkan revolusi mental. Hasilnya tidak lebih herois dari slogannya. Banyak variabel tidak terpenuhi.
Revolusi memerlukan visi yang kuat, organisasi yang jelas, dan sumberdaya pendukung. Revolusi juga memerlukan kepemimpinan yang kuat. Revolusi mental-nya presiden Jokowi dihadang absurditas visi dari gerakannya sendiri.
Pasca perang kemerdekaan, Indonesia mengenal setidaknya tiga revolusi. Pertama, revolusi idiologi. Kedua revolusi hijau. Ketiga, revolusi industri. Ketiga pengalaman itu berlangsung pada era Presiden Soeharto.