Transisi dan Celah Lemah Oposisi

Keseluruhan pergeseran pendulum-pendulum gerakan itu belum bisa memperlemah capres dan cawapres terpilih. Begitu pula relasi antara Prabowo-Jokowi. Tidak terusik oleh gerakan-gerakan itu.

Prabowo tetap fokus menyiapkan landasan bagi jalannya pemerintahannya kelak. Muhibbah luar negeri: memasuki potensi-potensi penyelesaian perdamaian internasional. Menembus isu-isu keamanan global maupun regional. Tentu di dalamnya terdapat misi bagi kemajuan Indonesia.

Di dalam negeri, ia siapkan team transisi. Melalui proses reshufle kabinet. Untuk tidak menjadikan kabinetnya nanti transisi terlalu lama. Ketika menerima peralihan kepemimpinan dari Presiden Jokowi.

Pergeseran-pergeseran isu dan gerakan opisisi menarik untuk dicermati. Hingga tahap ini, tampak hanya “atur posisi politik belaka”. Pada awalnya mengusung isu “delegitimasi” capres dan cawapres terpilih. Bergeser menjadi perlawanan terhadap parpol dan isu threshold pilkada. Terakhir: memecah koalisi Prabowo-Jokowi.

Belum ada magnet isu utama. Isu strategis yang bisa menjadi tumpuan keresahan bersama masyarakat.

Aksi oposisi nyaris tidak menyentuh sedikitpun soal percepatan RUU perampasan aset koruptor. Misalnya demonstrasi besar-besaran mendesak DPR segera mengesahkan RUU yang sudah lama mengendap itu. Bahkan statemen DPR untuk melanjutkan pembahasan RUU pada periode berikutnya, tidak ada perlawanan memadai.

Tidak pula terlihat gerakan memperjuangkan UU Anti Dinasti. Pembatasan masa jabatan dua periode pada semua jenjang jabatan politik. Maupun pengaturan kontestasi bagi berdekatan kerabat.

Isu lain tidak kalah penting adalah “sistem pembangunan bertahap berkelanjutan”. Melalui hidupnya kembali fungsi MPR merumuskan GBHN.

Lihat juga...