IKN dan “Ekonomi Batrei”

Gambaran singkat Kalimantan adalah “ekonomi batrei”. Kata ketiga aktivis itu. Kalimantan “menyala” oleh aktivitas eksploitasi energi. Tak terbarukan. Itulah penggerak ekonomi Kalimantan. Ketika sumber energi itu habis (ibarat batrei: soak, aus), maka matilah nyala cahaya itu.

Diskusi kala itu belum menemukan cara “menyalakan” Kalimantan ketika batrei itu soak, aus. Bahasa lain dari ketika era “sumber-sumber energi seperti Batubara sudah habis”. Tidak ada lagi alat untuk menggerakan ekonomi Kalimantan.

Usaha pertanian memang digerakkan. Seperti di Kutai dan sekitarnya. Juga perkebunan sawit.

Komoditas itu tetap tidak bisa membuat daerah “menyala” sebagaimana bisnis energi. Apalagi pasca panen produk perkebunan masih di Jawa. Kalimantan akan tetap redup. Tidak bisa dinyalakan melalui sawit dan beras. Ketika “Batrei” itu bener-bener aus.

Mungkinkah IKN esensinya merupakan upaya, bahkan kompensasi. Untuk menghidupkan “batrei” yang soak itu. Jika saatnya tiba. Termasuk jika pulau Jawa dihantam “mega trust”. Atau bencana ekologi  yang parah.

Problemnya IKN hanya membicarakan konsep fisik Ibukota. Pusat pemerintahan baru. Tempat baru para ASN pusat. Tempat baru kementerian, lembaga dan lembaga-lembaga tinggi negara. Belum menyentuh “menyalakan Kalimantan ketika batreinya soak”.

Setidaknya ada lima potensi menyalakan ekonomi Kalimantan. Berdasar potensi given yang dimiliki.

Pertama, menjadikan Kalimantan produsen bahan baku farmasi. Bahkan produsen produk farmasi. Sekala global.

Kalimantan merupakan salah satu pusat biodiversity dunia. Film Anaconda, menggambarkan Kalimantan pusat tanaman obat-obat langka. Diincar khalayak luas.

Lihat juga...