Presure group ini terutama didominasi kepentingan ekonomi kuat. Tidak salah jika banyak kekecewaan publik terhadap produk legislasi. Dinilainya hanya merupakan perpanjangan tangan kepentingan elit politik dan elit-elit pengendali ekonomi. Kasarnya “undang-undang dan pasal-pasal ditentukan oleh siapa yang kuat menyediaka uang”. “Siapa yang kuat membeli”.
Untuk menjadikan proses legislasi lebih demokratis. Berkeadilan sosial. Tidak dibajak kepentingan subyektif elit politik dan ekonomi. Perlu dibuat standar prioritas legislasi berdasar acuan kontitusi.
Alinea ke 4 konstitusi kita menyatakan rumusan dibentuknya pemerintahan. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Artinya kemampuan Indonesia dalam turut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Keempat tujuan itu harus berdasar pada Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tingkat urgensi dan kemendesakan pengembangan hukum nasional. Khususnya proses legislasi. Hendaknya didasarkan pada tujuan penyelenggaraan negara dan dasar negara sesuai konstitusi itu. Dibuat skoring tingkat urgensi kemendesakan sebuah RUU berdasar empat tujuan penyelenggaraan negara itu. Didasarkan pula pada kelima sila itu.
Skor paling tinggi tingkat kemendesakan dan urgensi berdasar konstitusi itulah seharusnya prioritas legislasi ditetapkan. Bukan oleh trend desakan kelompok-kepompok tertentu. Apalagi diindikasikan sebagai perpanjangan kepentingan elit politik kuat dan elit penguasa ekonomi kuat.