Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Memori rakyat Indonesia pasti belum banyak beranjak. Dari gedung DPR/MPR. Peristiwa tanggal 20 Oktober 2024. Kemarin hari itu.
Presiden ke 8 RI, Prabowo Subianto menyampaikan pidato berapi-api. Durasinya panjang. Mungkin 35 menitan. Saya melewatinya dengan tertidur. Sebentar.
Indonesia harus bebas miskin. Masih ada orang miskin berarti belum merdeka. Pejabat tidak boleh korupsi. Jabatan untuk rakyat. Ibarat ikan, busuk itu dimuali dari kepala. Seperti rusaknya sistem oleh korup itu dimulai dari pimpinan.
Indonesia harus swasembada pangan. Swasembada atau berdaulat dalam energi. Harus mampu memaksimalkan sebesar-besarnya air untuk kesejahteraan rakyat.
Semua potensi sumberdaya strategis harus dimaksimalkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Maka harus dikelola untuk memperoleh nilai tambah. Hilirisasi atau industrialisasi harus dipergencar. Untuk memastikan sebesar-besarnya kemanfaatan bagi kesejahteraan rakyat.
Generasi masa depan harus cerdas. Harus bergizi. Agar mampu mengelola potensi besar yang dimiliki Indonesia. Maka ia canangkan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Persatuan harus diutamakan. Pemimpin tidak boleh mengajarkan dendam. Bertengkar satu sama lain. Gotong royong harus dikedepankan. Kolaborasi. Bukan saling menihilisasi. Untuk menundukkan tantangan yang dihadapi bangsa.
Kerjasama antar bangsa tetap didasarkan prinsip bertetangga dengan baik. Good Neighbour Policy. Polugri Indonesia bebas aktif. Bersahabat dengan bangsa manapun. Akan tetapi tidak mentolerir segala macam penjajahan. Termasuk terhadap Palestina.
Poin-poin di atas bukan hal baru. Sudah khas Prabowo Subianto. Idiologinya jelas. Indonesia berdaulat. Maju, adil dan makmur. Itu sudah sering kita dengar dari dulu. Grand Narasi itu menjadi tantangan para pembantunya untuk menjabarkan. Melalui tahapan kinerja dan output terukur.