Tempo (15/10/2024) menurunkan berita dengan judul “Bahlil Sebut Ketergantungan Impor Gas LPG Buat Negara Rugi Rp 63,6 Triliun”. Ekonomi Bisnis (18/3/2024) menurunkan berita dengan judul: “Nilai Impor LPG Indonesia Meroket, Ini Negara-negara Pengirimnya”
Sementara web kementerian ESDM menurunkan berita: Total Ekspor LNG 6,6 M. Indonesia menjadi key player LNG”. CNBC tanggal 3 Juli 2024 menurunkan berita dengan judul: “RI Negara Importir Tapi Masih Ekspor Minyak, Ini Penjelasannya”
Secara kasat mata terlihat jelas Anomali: ekspor energi saat bangsa sendiri memerlukan. Rakyat dirugikan dalam skema ini. Hanya pedagang energi yang diuntungkan.
Untuk memenui cita-cita mulia Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan itu harus diubah: energi hanya untuk kepentingan dalam negeri. Negara-negara asing bisa mendapatkan energi Indonesia melalui skema PMA. Menggeser industrinya ke Indonesia.
Ekspor-impor energi biasanya merupakan kontrak kerjasama jangka panjang. Untuk memutusnya perlu road map. Perlu tahapan. Tidak bisa seketika.
Kabinet Prabowo perlu menetapkan dan merumuskan road map penghentian ekspor energi. Agar dalam jangka waktu tertentu, prinsip “Ïndonesia first” bisa diwujudkan. Energi untuk kepentingan dalam negeri.
Energi digunakan untuk sebesar-besarnya menggerakkan kemakmuran bangsa. Dari dalam negeri. Bukan untuk menggeraan kemajuan bangsa lain. Pada saat bangsa sendiri memerlukan.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 21-10-2024