Lembaga-lembaga survei telah merekam penyebab kecenderungan naiknya suara Pramono Anung-Rano Karno. Sejak beberapa hari sebelumnya.
Pertama, bergabungnya dukungan dua mantan gubernur DKJ yang dahulu berseteru. Sebagai figur dengan dukungan massa terbesar di DKJ. Pedukungnya berhasil digiring membela Pramono-Rano Karno.
Pada titik ini terjadi sejumlah anomali. Khususnya ketika pendukung Anies Baswedan yang cenderung puritan. Berhasil digiring mendukung calon dari partai sekuler liberal. Mendukung petugas partai yang duahulu dimusuhinya.
Kedua, tidak solidnya dukungan warga PKS terhadap RK-Suswono. Keimanan politiknya ternyata rentan. Lebih memperturutkan emosi dampak kekalahannya pada pilpres. Dengan memilih calon berlatar sekuler-liberal. Mengabaikan calon yang diusungnya sendiri.
Selain temuan lembaga-lembaga survei itu ada faktor ketiga. Ialah progresivitas pergerakan team pemenangan Pramono-Rano Karno. Sejak jauh hari konsolidasi pada tingkat grasroot dengan menebar sejumlah bantuan. Sembako.
Terlepas tiga faktor di atas. Terdapat sejumlah kelemahan pada pihak RK-Suswono.
Pertama, RK tidak secara kuat dan konsisten membranding dirinya sebagai teknokrat. Sebagai problem solver bagi Jakarta untuk keluar sebagai kota global.
Padahal pada titik ini terdapat alasan kenapa Ridwan Kamil “dipanggil” melakukan kontestasi di Jakarta. Pada sisi kompetensi teknokrasi, Ridwan Kamil memiliki keunggulan. Dibanding kandidat-kandidat lain. Ketika tidak secara kuat menampilkan citra dirinya sebagi teknokrat problem solver Jakarta. Citra kualitasnya setara dengan kandidat-kandidat lain.
Kedua, RK terlarut pada isu yang sebenarnya menjadi langgam atau milieu calon wakil gubernur. Kultur PKS. Seperti kasus isu janda yang pada akhirnya menjadi polemik. Itu bukan domain RK. Melainkan domain PKS.