Penghapusan Hutang Petani-UKM dan Beasiswa Entrepreneur

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

“Kredit macet KUT (Kredit Usaha Tani) itu dihapus saja. Kalau perlu petani diberi kredit lagi. Bagi yang bener-bener usaha. Bukan untuk konsumtif. Hitung-hitung sebagai biaya pendidikan entrepreneur”.

Begitu statemen (alm) Pak Adi Sasono suatu ketika. Aktivis pemberdayaan kenamaan. Mantan menteri koperasi masa-masa awal reformasi.

Tanggal 5 November lalu. Presiden Prabowo Subianto menandatangani PP Nomor 47 Tahun 2024. Tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Presiden Gus Dur juga pernah melakukannya.

Melalui PP itu Presiden Prabowo menghapus kredit macet petani dan UMKM. Sebanyak 6 juta orang. Senilai 8 Triliun. Setara dengan korupsi Kominfo. Tidak seberapa jika dibanding dugaan korupsi Timah. Nilainya mencapai 300 T.

Hutang petani-UKM yang diputihkan/dihapus juga tidak seberapa. Jika dibandingkan dengan bailout BLBI yang dikemplang pengusaha-pengusaha kakap. Nilainya hampir 400 T.

Secara teoritik. Menurut para pakar. Sebagaimana beredar di media. Penghapusan itu positif.

Memulihkan daya beli masyarakat. Meningkatkan produktivitas. Mendorong Pertumbuhan. Mencegah penurunan produktivtas. Meningkatkan kesejahteraan petani dan UKM. Memperkuat fondasi ekonomi nasional.

Itulah sederet dampak positif penghapusan itu. Penghapusan dibutuhkan bagi kepentingan bangsa. Bukan program populis semata. Misalnya dari presiden baru.

Pada sisi lain, kita bisa meminjam perspektifnya (alm) Pak Adi Sasono. Anggap saja pembebasan kredit macet petani-UKM itu sebagai beasiwa. Bagi pendidikanan entrepreneur bangsa ini.
Pengusaha-pengusaha kakap saja dibantu. BLBI diberi SKL (Surat Keterangan Lunas). Masa Petani-UMKM tidak diberi keringanan.

Lihat juga...