Presiden Prabowo: Disiplin dan Kesetiaan

Era reformasi merupakan era multipartai. Ketaatan menteri kabinet seringkali lebih besar kepada partai pengusungnya. Atau pada kelompok pendukung politiknya. Dibanding kesetiaan pada bangsa dan negara. Maka seringkali terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Presiden Prabowo melurusan penyimpangan-penyimpangan pemaknaan loyalitas itu. Begitulah yang ditangkap dari materi pembekalan itu.

Permasalahannya, dalam lingkup seperti apa kesetiaan itu dimaknai bersama?.

Selama ini kesetiaan terhadap bangsa dan negara dimaknai secara konseptual simbolik. Atau setidaknya bobotnya lebih banyak pada konseptual simbolik. Kita diajarkan kesetiaan itu dalam bentuk penghormatan pada bendera. Pada lambang negara. Hafal sila-sila Pancasila. Disiplin upacara bendera. Baris berbaris.

Apa batasan seperti itu makna kesetiaan terhadap bangsa dan negara?. Tentu tidak sesederhana itu.

Kita bisa mengacu pada UUD sebagai pedoman pokok penyelenggaraan negara. Tujuan dibentuknya pemerintahan dirumuskan secara jelas dalam paragraf 4. Kita bisa menjadikan rumusan preambule UUD itu sebagai parameter kesetiaan.

Bahwa tujuan penyelenggaraan pemerintahan itu adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa dan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiba dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Keempat tujuan itu harus berdasar Pancasila.

Maka segala bentuk kebijakan atau tindakan menteri kabinet. Pejabat. Aparat pemerintah. Memanfaatkan pengaruh kewenangannya. Yang dapat menyebabkan merosotnya upaya-upaya mewujudkan kesejahteraan umum. Menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah. Menyebabkan terhalanginya atau merosotnya upaya-upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Merosotnya kemampuan bangsa Indonesia dalam turut melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Yang melanggar prinsip-prinsip Pancasila.

Lihat juga...