Faktor historis dan politis adalah perebutan rezim kekuasaan, intervensi kekuatan eksternal dengan memanfaatkan konflik faksionalisasi rezim muslim, sengketa geopolitik maupun idiologi. Faktor sosial budaya meliputi: perbedaan intepretasi ajaran agama, ekstrimisme dalam bentuk justifikasi kekerasan menggunakan agama, primordialisme: konflik identitas atau suku. Selain itu juga oleh faktor ekonomi. Ialah perebutan sumberdaya ekonomi, maupun krisis ekonomi yang berujung konflik.
Ketiga hal itu menandakan kekerasan atau peperangan dalam dunia Islam seringkali tidak ada justifkasi religiusnya. Peperangan dalam tubuh ummat Islam justru sebenarnya dilatari motif di luar agama itu sendiri. Islam dibajak sebagai alat justifikasi terjadinya peperangan. Diperalat untuk membenarkan kekerasan dan peperangan.
Ajaran Islam yang diperjuangkan melalui pendekatan struktural-konfrontatif justru meredup eksistensinya. Seperti kasus India dan Spanyol.
Selain dibelit perang dan kekerasan, termasuk dibelit konflik-konflik internal, realitas ummat Islam hari ini mengalami ketertinggalan pendidikan, ekonomi, dan teknologi. Termasuk rendahnya implementasi “Islamic values” dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak bisa dipungkiri, Islamic Phobia juga memang masih ada.
Jika metode konfrontatif, perang atau kekerasan tidak bersumber pada Islamic values, bagaimana masa depan kepemimpinan Islam atas peradaban?.
Ialah melalui pendidikan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk untuk mewujudkan keberdayaan ekonomi ummat.
Jihad ummat Islam hari ini adalah membangun dan menyediakan sarana pendidikan yang bisa mengantarkan pada penguasaan Islamic values sekaligus ilmu pengetahuan dan teknologi. Khususnya bagi internal ummat Islam.