Mary Jane: Keadilan atau Sindikat Narkoba

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi

 

Mary Jane Veloso: warga negara Filipina terpidana mati kasus narkoba. Tertangkap di Yogyakarta dan divonis mati tahun 2010. Tahun 2015, atas desakan internasional eksekusinya ditunda Presiden Jokowi.

Desember 2024, menggunakan justifikasi “diskresi”, Presiden Prabowo meyetujui transfer of prisoners. Memulangkan Mary Jane Veloso ke negara asalnya. Indonesia tidak mengurangi hukuman Mary. Melainkan menyerahkan kelanjutan hukumannya kepada negara asalnya. Filipina.

Pertanyaan besarnya adalah: kemenangan keadilan atau sindikat narakoba?.

Penduduk dunia usia 14-64 tahun, 5,6%-nya dibelit narkoba. Sebanyak 1,73% penduduk Indonesia, setara 3,3 juta orang pada kelompok usia yang sama, juga dibelit narkoba. Pada kelompok usia 15-24, kasusnya menunjukkan peningkatan signifikan.

Organisasi narkoba merupakan mesin pembunuh kehidupan. Mesin pembunuh peradaban. Memiliki dukung organisasi kejahatan sangat rapi. Melalui kekuatan finansialnya selalu memodernisasi modus dan teknik kejahatannya. Jauh meninggalkan kemampuan penegak hukum mengantisipasi.

Narkoba terkategori extra ordinary crime. Kejahatan luar biasa. Dalam kasus tertentu menjadi instrumen peperangan untuk melemahkan sebuah bangsa. Kegagalan membendung narkoba berarti kegagalan menjaga kedaulatan. Maka Indonesia menerapkan hukuman mati pada pelakunya.

Polemik terjadi dalam jagad hukum. Sebanyak 55 negara masih menerapkan hukuman mati. Termasuk Indonesia. Sementara 130 negara melakukan moratorium atau menghapus hukuman mati. Para pegiat HAM mendalilkan nyawa merupakan hak melekat tanpa bisa dihilangan oleh siapapun. Pendukung hukuman mati menadlilkan efek jera perlu dibuat untuk meredam kejahatan-kejahatan luar biasa.

Lihat juga...