Tanpa penyelesaian komprehensif-fundamental, kasus ini akan terus berulang. Termasuk ajaran toleransi dan anti rasisme. Problem pemicunya bukan pada cara pandang rasisme. Pemicunya bertaut erat dengan isu kedaulatan dan kesenjangan sosial.
Indonesia harus memiliki blueprint menghadapi eklusivisme etnis tertentu itu. Agar pembauran benar-benar bisa diwujudkan. Bukan saja pada himbauan anti rasisme.
Konsep menghadapi serbuan “korban prahara iklim” terhadap Indonesia juga harus dibuat. Bagaimana kedatangan para pencari tempat tinggal baru itu tidak merugikan rakyat Indonesia sendiri. Apakah melalui regulasi yang ketat dan pajak yang tinggi. Sehingga kompensasi diberikan kepada masyarakat yang memerlukan. Atau dengan menolak sama sekali.
Konsep mengatasi kesenjangan sosial juga harus dibuat. Misalnya dengan menerapkan kembali konsep pembangunan perumahan berkeadilan sosial era Orde Baru. Konsep 1-3-5. Pengembang bisa membangun 100 rumah mewah setelah membangun 300 rumah tipe medium. Pembangunan 300 rumah time medium bisa dilaksanakan setelah membangun 500 rumah tipe sederhana. Di luar kesenjangan dalam hunian, kesenjangan secara umum, gini ratio juga perlu diperbaiki.
Kasus PIK 2 perlu pendekatan fundamental komprehensif. Bukan pendekatan bersifat reaksioner dan parsial.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 20-01-2025