Peradaban Antlantis adalah Nusantara. Kekayaan mega triliun Nusantara tersimpan di luar negeri. Sumpah sabdo palon-noyo genggong. Termasuk imajinasi-imajinasi liar seperti almarhum lord Rangga. Semua mencerminkan impian dan kerinduan kehadiran peradaban besar itu.
Pada sisi lain, euphoria reformasi menggiring dunia aktivis menjadi pragmatis-politis. Para aktivis krisis idiologi. Terjebak standing gerakan bersifat pragmatis. Bukan idiologis. Para aktivis tidak sedikit terjebak sebagai gladiator pengumpul massa politik belaka. Di banding sebagai pejuang gagasan.
Problem berikutnya: terbentang jarak gairah untuk maju dengan visi pembangunaan peradaban yang harus diperjuangkan. Konstruksi peradaban seperti apa yang sedang dan akan diperjuangkan tidak dipahami secara baik. Tercermin dari kesetiaan elemen bangsa terhadap idiologi bangsanya sendiri.
Idiologi kebangsaan kita adalah Pancasila. Konsepsi pembangunan bangsa ber-ketuhananan Yang Maha Esa. Ber Tauhid. Menjunjung dan meilindungi harkat-martabat kemanusiaan. Tegak di atas keadilan. Ditegakkan oleh spirit persatuan segenap rakyat. Melalui cara demokrasi yang dibimbing hikmat kebijaksanaan. Menggunakan cara yang berkeadilan sosial.
Kelima fondasi itu harus menjadi penopang tegaknya cita-cita nasional. Ialah majunya kesejahteraan umum, cerdasnya kehidupan bangsa. Telindunginya segenap bangsa dan tumpah darah. Serta kapasitas bangsa dalam turut mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan sosial.
Keterputusan pemahaman bahkan sudah terjadi sejak usia SMA. Survei INFID (2023) menyataan 83,3 persen siswa SMA menganggap Pancasila bisa diganti. Cerminan generasi terpelajar bangsa ini mayoritas tidak memahami konsepsi pembangunan peradabannya.