Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi
Melalui Ketua DPR Dasco, Presiden Prabowo melakukan “veto”. Membatalkan kebijakan kementerian ESDM. Sebelumnya, per 1 Februari 2025, pengecer dilarang menjual Gas LPG 3 Kg. “Gas Melon” itu hanya boleh dijual di pangkalan.
Kebijakan itu menjadi masalah bagi masyarakat yang berjarak dengan pangkalan. Gas Melon itu menjadi kebutuhan utama roda bisnis masyarakat kecil. Tidak efisien dan sangat merepotkan jika harus menempuh jarak dengan waktu cukup lama untuk mendapatkannya.
Juga kecepatan pelayanan. Jika hanya didapatkan di pangkalan: harus antri. Munculah video-video viral antrian masyarakat mendapatkan Gas Melon itu.
Presiden tidak boleh tidak berpihak kepada rakyat kecil. Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Termasuk keselamatan kegiatah ekonominya. Muncullah “veto itu”.
Kementerian ESDM mengargumentasikan pelarangan itu untuk tujuan perbaikan manajemen distribusi. Banyak ditemukan praktek oknum pengecer menaikkan harga. Untuk kendali distribusi, pengecer bisa mengajukan sebagai pangkalan dengan mendaftar. Melalui Online Single Submission (OSS). Agar memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).
Persyaratan OSS dan NIB tentu menjadi ribet bagi sebagian pengecer. Dampaknya juga untuk instrumen penertiban pajak. Walaupun ESDM bukan institusi perpajakan.
Ketika identitas pelaku usaha terdeteksi secara jelas, mudah ditertibkan jika melakukan penyimpangan. Termasuk pengendalian harga. Pemerintah memiliki kendali atas jaringan distribusi.
End user, masyarakat pengguna, tidak mempersoalkan persyaratan itu. Mereka hanya butuh barang tersedia dalam jangkauan tidak sulit didapatkan. Antrian mengular yang viral beberapa hari ini lebih pada manajemen transisi dari sebuah kebijakan.