Penerapan kebijakan baru seharusnya melewati beberapa fase. Sebelum akhirnya secara definitif kebijakan lama diubah.
Pertama, fase sosialisi. Diperlukan waktu sosialisasi mencukupi. Agar masyarakat dan berbagai pihak terkait, memahami benar adanya perubahan kebijakan itu.
Kedua, simulasi kebijakan. Uji coba pelaksanaan kebijakan baru untuk bisa dideteksi berbaga titik lemah. Termasuk tingkat kemerataan ketersediaan pangkalan penyedia gas melon. Dikenali tingkat kesulitan masyarakat dalam mendapatkan barang, berikut solusinya. Termasuk kendala jarak antara pangkalan dengan masyarakat pengguna.
Ketiga, perlunya transisi penerapan regulasi baru. Agar para pengecer yang hendak mengajukan menjadi pangkalan memiliki waktu cukup dalam melengkapi persyaratan pendaftaran. Sebelum akhirnya kebijakan pelarangan penjualan oleh pengecer diterapkan secara definitif.
Antrian pengguna gas melon seharusnya juga menyadarkan kita semua. Kita sedang tidak memiliki instrumen ekonomi Pancasila secara kelembagaan. Untuk sewaktu-waktu digunakan intervensi kepentingan ekonomi rakyat.
Keinginan mengendalikan jaringan distribusi untuk tidak memainkan harga termasuk peneraan sistem ekonomi pasar terkelola. Sistem yang diterapkan oleh orde baru. Sementara hampir tiga dekade reformasi, kita menerapkan ekonomi pasar murni. Suplay and demand mengontrol secara murni harga-harga di pasar.
Kasus pengecer gas melon menaikkan harga di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) merupakan hukum pasar. Pemerintah tidak banyak memiliki banyak instrumen untuk menstabilkannya. Bahkan tidak bisa melarang. Di situlah ironinya. Terjadi pada barang subsidi. Gas melon itu.