LPG 3 Kg: Veto Presiden, Manajemen Transisi dan Instrumen Ekonomi Pancasila

Penerapan sistem “ekonomi pasar terkelola” pada era orba ditopang oleh kelembagaan-kelembagaan ekonomi Pancasila. Secara merata. Untuk stabilisasi harga-harga kebutuhan pokok, disediakan Bulog. Sewaktu-waktu melakukan intervensi pasar jika terjadi gejolak harga. Termasuk oleh permainan spekulan.

Pemenuhan rakyat atas kebutuhan usaha ekonomi disedakan KUD-KUD. Koperasi Unit Desa. Di seluruh wilayah. Pemerintah tinggal menggerakkan produsen untuk distribusi barang ke KUD-KUD. Dari KUD ke pengecer yang bisa dikontrol KUD.

Kini pemerintah tidak memiliki kelembagaan-kelembagaan seperti KUD. Secara merata di semua wilayah. Seperti untuk mendukung penangaan cepat terhadap kasus seperti antrian panjang pembeli gas melon di pangkalan. Pemerintah harus berdamai dengan pengecer. Yang telah diidentifikasinya sebagai biang kenaikan harga barang subsidi itu.

Pengecer dianggapnya sebagai biang terciptanya kerugian bagi end user. Bagi rakyat. Karena menaikkan harga di atas HET. Tapi meninggalkannya ternyata membawa kerugian lebih besar. Rakyat kesulitan mendapatkan gas melon dengan mudah dan cepat.

Kasus gas melon (LPG 3 Kg) sebenarnya hanya dua saja. Pertama, manajemen transisi kebijakan. Fase-fase transisi tidak dilalui dengan baik. Pada akhirnya memicu gejolak. Kedua, perlunya penguatan kembali instrumen-instrumen kelembagaan ekonomi Pancasila. Ketika ekonomi pasar murni tidak berpihak pada rakyat. Kelembagaan ekonomi Pancasila ini sebagai payung perlindungannya.

ARS (rohmanfth@gmail.com), Jakarta, 04-02-2025

 

Lihat juga...