Mematikan Industri Pinjol ?

SE OJK 19/23 memang mengatur batas maksimum manfaat ekonomi penyelenggara pinjol. Berupa imbal hasil, termasuk bunga/margin/bagi hasil, biaya administrasi/komisi/ujrah/fee platform, dan biaya lainnya. Selain denda keterlambatan, bea meterai, serta pajak.

Selain mafaat ekonomi, SE juga mengatur denda keterlambatan. Besarnya beragam. Berbeda antara pendanaan produktif dan konsumtif. Jadi jika tidak dibayar sesuai batas waktu, peminjam bisa menerapkan denda.

Penyelenggara pinjol juga bisa melakukan penagihan melalui pihak ke-3. Debt Colector. Melalui cara-cara yang dibenarkan UU. Sanksi berikutnya bagi peminjam yang tidak membayar adalah tercatat pada SLIK OJK dengan Skor Kredit yang buruk.

Jadi saksi gagal bayar pinjol ada tiga. Denda, ditagih oleh debt collector, black list OJK.

Aturan normatifnya tampak biasa-biasa saja. Prakteknya mengerikan. Pinjol, terutama ilegal, bisa menaikkan bunga dan denda yang tinggi. Sebagai kompensasi kemudahan pinjaman. Begitu juga intimidasi oleh debt collector. Melakukan teror bagi para peminjam yang terlambat bayar.

Tapi justru di sinilah letak kelemahan industri ini. Industri pinjol mengandalkan jasa bunga dan denda. Ketika mengalami gagal bayar pada limitasi tertentu. Misalnya 40% persen peminjam melakukan gagal bayar secara kolektif. Industri ini akan mengalami kerugian. Apalagi lebih dari angka itu. Berlangsung terus menerus. Industri ini akan runtuh.

Secara moral, industri ini tidak manusiawi dan tidak bermoral. Melakukan praktik lintah darat. Himbauan agar menghindari praktek ini jelas tidak mempan.

Rakyat didera kebutuhan mendesak. Industri pinjol menjadi pelarian paling mudah mendapat uang secara cepat. Keterjepitan masyarakat ini dieksploitasi penyelenggara pinjol. Menjadikan orang susah benar-benar terjepit.

Lihat juga...