Presiden ke-7 Jokowi mengungkapkan Presiden Prabowo merupakan pemimpin kuat. Baik dari dukungan politik maupun dukungan rakyat. Ia jabarkan arti Gerindra. Ialah ibaratkan mesin Gerindra. Menggilas dan meratakan yang tidak rapi. Ia katakan pada momentum HUT ke 17 partai itu.
Secara politik, belum atau tidak tersedia kompetitor setara Jenderal Prabowo. Kegagalan dua kali pilpres (2014 & 2019) bukan semata Presiden ke-7 Jokowi unggul telak atas Jenderal Prabowo.
Kekalahannya disebabkan juga oleh manuver partai berkuasa, PDIP. Konon menggunakan aparat untuk pemenangan partai maupun capres. Setidaknya berdasar rumors yang beredar kala itu.
Perkongsian Presiden ke-7 Jokowi dengan PDI retak. Presiden ke-7 Jokowi mendukung Presiden Prabowo. Tanpa konsolidasi unsur-unsur aparat negara untuk menjegal, Jenderal Prabowo tidak terbendung. Termasuk hadangan dari para Jenderal kompetitornya pada masa lalu.
Anehnya, kini presiden Jokowi “didosakan” oleh PDIP. Sebagai memanfaatkan aparat. Penyebab kekalahan cares PDIP 2024. Sebelumnya, PDIP juga “diduga kuat” berlumuran darah yang dituduhkan itu.
Kini Jenderal Prabowo menjadi presiden. Ia bisa netralisasi semua instrumen-instrumen penghadang itu dengan mudah. Jadi betul apa kata Presiden Jokowi. Jenderal Prabowo yang pada dasarnya memiliki basis massa kuat itu, tampil tanpa kompetitor kuat pada saat ini.
Selain alasan kebutuhan konsolidasi bangsa, pencapresan dini juga untuk mereduksi spekulasi-spekulasi politik. Melalui kemunculan rumor capres-cawares periode berikutnya. Biasanya sudah muncul di pertengahan usia jabatan. Praktis isu pembangunan hanya berlangsung 2,5 tahun. Sisanya berisi intrik politik belaka.