Ti Ji Ti Beh: PDIP, Prabowo dan Kesetiaan Mafia

Berbeda dengan PDIP, Presiden Prabowo menerapkannya dalam skema “putus ekor cicak”. Ketika kader atau timnya melakukan pelanggaran hukum, ia relakan diganti. Tanpa pembelaan berlebihan. Seperti kasus Edy Prabowo, menteri KKP pada Kabinet Preside Jokowi yang kedua.

Kesetiaan hanyalah pada bangsa dan negara. Ketika mencederai kesetiaan itu, maka akan dilepas. Pencideraan itu bisa berupa pelanggaran hukum atau memicu keresahan publik.

Risikonya ia dianggap tidak “solider”. Tidak mau membela teman-temannya. Tidak melindungi para pejuang-pejuangnya.

Tercermin pada kasus Gus Miftah, gas melon, pagar laut dan Menristekdikti. Pendekatan “putus ekor cicak” bisa mengerosi loyalisnya. Orang-orang enggan mati-matian berjuang untuknya, karena tidak ada jaminan pembelaan ketika terperosok. Walau Presiden Prabowo juga dikenal suka merawat para desertir. Vonis kesalahan hukum diterima. Tapi secara humanistis teta dibela.

Konsep kesetiaan Presiden Prabowo mirip konsep kesetiaan klub sepakbola. Hanya memainkan pemain yang betul-betul siap tempur. Tidak masalah mengganti pemain di tengah pertandingan. Jika cedera atau bermain buruk.

Mungkin terbawa konsep kesetiaan Kopasus. Lebih baik pulang nama dari pada kalah. Tidak perlu cengeng ketika menghadapi pertempuran sulit. Bahkan ketika harus mati. Tidak usah meronta-ronta pada pimpinan. Kalau salah/melanggar hukum ya harus rela diganti.

Di luar sana, dikenal juga konsep kesetiaan mafia. Omerta. Berupa kewajiban untuk diam dan tidak bekerja sama dengan pihak berwenang. Kesetiaan mutlak pada keluarga atau organisasi mafia. Larangan untuk mengkhinati anggota lain.

Lihat juga...