Refleksi terhadap Revisi UU TNI: Menuju Tata Kelola yang Lebih Baik
JAKARTA 21 Maret 2025 – Dalam menghadapi perubahan yang terjadi di tanah air, salah satunya adalah mengenai pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru disahkan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis pro-demokrasi dan kelompok hak asasi manusia karena dianggap berpotensi mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Mantan aktivis Reformasi 1998, Indri Ariefiandi, menegaskan pentingnya masyarakat tetap berpikir jernih dan tidak terpancing untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan kepentingan bersama.
“Menyalurkan aspirasi secara damai, melalui jalur hukum dan dialog yang konstruktif, merupakan langkah terbaik dalam menjaga stabilitas nasional,” ujarnya.
Mantan aktivis Reformasi 1998 ini, menekankan bahwa beberapa perubahan dalam revisi ini memerlukan perhatian lebih lanjut agar tetap sejalan dengan prinsip supremasi sipil, demokrasi, serta konstitusi UUD 1945.
“Penting bagi kita semua untuk melihat dan mempertimbangkan dampak dari perubahan ini secara mendalam demi menjaga keseimbangan dalam tata kelola pertahanan dan keamanan negara,” ujar Indri.
Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah perubahan dalam Pasal 14, yang berpotensi mengurangi kewenangan presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI.
Padahal, dalam UUD 1945 Pasal 10 ditegaskan bahwa presiden memiliki kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
“Perubahan ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan bahwa tata kelola TNI tetap berada dalam kontrol sipil yang kuat serta sesuai dengan prinsip konstitusional,” tambahnya.