Safari Ramadhan: Propaganda dan Netralisasi Hoax ?

Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi –12/03/2025

 

“Menurut Petunjuk Bapak Presiden, Harga Gabah Kering Giling tahun ini meningkat. Harga-harga kebutuhan pokok terkendali”.

Begitu salah satu contoh style Harmoko. Menteri penerangan era Orde Baru. Ketika mengumumkan kebijakan harga-harga. Aksentuasi dan ekspresinya meyakinkan. Tampil dengan sisiran rambut klimis dibelah.

Pengumuman harga kebutuhan pokok merupakan salah satu dari tiga programnya yang ikonik. Dua lainnya adalah Klompencapir dan Safari Ramadhan.

Klompencapir singkatan “kelompok pendengar, pembaca dan pirsawan” media. Dilakukan temu wicara secara periodik. Dialog dengan presiden merupakan acara dinanti-nanti rakyat kala itu.

Syafari Ramadhan merupakan acara silaturahmi. Kunjungan maraton keliling dari pesantren ke pesantren. Menteri Harmoko tampil khas. Berbaju Safari, berkopyah (peci hitam) dan berkalung serban putih. Agendanya mendekatkan pemerintah dengan masyarakat. Melalui momentum Ramadhan itu.

Secara normatif, syafari Ramadhan bermakna positif. Mempererat silaturahmi. Meningkatkan spiritualitas melalui tema-tema dan kegiatan keagamaan. Meningkatkan kesadaran sosial: membagi bantuan sosial, makanan, santunan anak yatim. Menyampaikan dakwah, revitalisasi masjid. Transfer ilmu pengetahuan, menjalin huhungan antar masyarakat dan pemerintah.

Agenda positif itu tidak jarang ditafsirkan dan dimaknai sebagai instrumen propaganda. Merupakan teknik pemerintah orde baru dalam memasukkan narasi dan agenda-agenda pembangunan ke tengah-tengah masyarakat. Menumpang acara keagamaan.

Muncul tudingan agenda Syafari Ramadhan esensinya konsolidasi politik pemerintah Orde Baru. Pendekatan kepada masyarakat melalui para tokohnya di luar agenda pemilu. Curi start. Berikut berbagai macam tudingan lainnya.
Syafari Ramadhan dinilai sebagai propaganda kisah sukses kebijakan pembangunan. Berikut pembentukan citra kedekatan dan bahkan kesejiwaan pemerintah dengan masyarakat.